Era modern membuat orang tua tidak cukup hanya membekali anak dengan pengetahuan sains, matematika, teknologi, seni, dan bahasa saja, perlu juga menumbuhkan resiliency.
Sebelumnya, apa, sih, resiliency itu? Menurut Irma Gustiana, Psikolog Anak dan Remaja, resiliency merupakan kemampuan untuk bisa mengatasi kesulitan, beradalaptasi, dan fleksibilitas diri.
Hanya, resiliency bukan bawaan dari lahir. Menurut Irma, keterampilan tersebut hadir berdasarkan perjalanan hidup masing-masing individu.
“Oleh karenanya, resiliency atau daya lenting itu harus dilatih,” kata Irma saat live di Instagram Parenting Indonesia.
Lingkungan, kata Irma, merupakan salah satu yang paling berpengaruh terhadap pembentukan resiliency anak. Apa saja? Irma mengklasifikasikannya sebagai berikut:
- Lingkungan yang kondusif
Lingkungan yang memberikan cinta tanpa syarat kepada anak
- Lingkungan yang mendukung anak
Lingkungan yang memercayai anak untuk menentukan apa yang ingin ia coba
- Lingkungan yang membuat anak aktif
Lingkungan yang membuat anak punya kesibukan positif dan memberi peluang untuk berani mencoba
- Lingkungan yang memberi contoh
Lingkungan di mana orang-orang di sekeliling anak juga memiliki resiliency ketika menghadapi masalah. “Kalau orang tuanya gampang panik, mudah menyerah, ya, anak-anak akan mencontoh,” ujar Irma.
Tertarik gabung CMA Mental Arithmetic? Yuk, klik di sini atau hubungi (021)5698 3689/90.